Suara.com - Aksi persekusi yang dilakukan oleh sejumkah anggota diduga simpatisan PDIP Bogor dinilai sudah melanggar hukum dan mengancam kebebasan pers. Hal ini ditegaskan Lembaga Bantuan Hukum (LBH) Pers.
Kantor Radar Bogor didatangi oleh sekolompok massa yang mengatasnamakan dari PDIP Bogor, pada Rabu (30/5/2018) kemarin. Mereka datang sambil marah-marah, membentak dan memaki karyawan. Bahkan sebagian di antaranya mengejar staf hingga melakukan pemukulan serta merusak properti kantor.
Persekusi ini sebelumnya dipicu dari keberatan sekelompok massa atas headline koran Radar Bogor yang berjudul "Ongkang-ongkang Kaki Dapat Rp 112 Juta".
Atas peristiwa tersebut, Direktur Ekskutif Lembaga Bantuan Hukum (LBH) Pers Bahrudin mengecam tindakan premanisme yang dilakukan oleh kader PDIP yang mengakibatkan pemukulan staf Radar Bogor, pengrusakan alat-alat kantor dan perbuatan intimidasi lainya.
"Hal tersebut merupakan pelanggaran hukum yang dapat dikategorikan perbuatan pidana yang sangat mengancam demokrasi dan kebebasan pers di Indonesia," ujar Bahrudin, di Jakarta, Kamis (31/5/2018).
Lebih jauh lagi, ia mengatakan, sikap tersebut sangat bertentangan dengan Pancasila yang notabene Ketua Umumnya Megawati Soekarnoputri adalah sebagai Ketua Dewan Pengarah Badan Pembinaan Ideologi Pancasila (BPIP).
Selain itu, menurutnya kekerasan dan pengrusakan kantor Radar Bogor merupakan salah satu tindak pidana kekerasan terhadap orang dan barang secara bersama-sama sebagaimana dalam Pasal 170 ayat 1 KUHP dengan ancaman pidana penjara lima tahun enam bulan atau penganiayaan sebagaimana dalam Pasal 351 ayat 1 KUHP dengan ancaman pidana penjara paling lama dua tahun delapan bulan.
Sedangkan pengrusakan alat-alat kantor merupakan bentuk dari tindak pidana pengrusakan sebagaimana Pasal 406 ayat 1 dengan ancaman pidana penjara dua tahun delapan bulan.
"Ketiga pasal itu merupakan delik umum. Sehingga pihak kepolisian bisa aktif melakukan proses hukum tanpa harus menunggu adanya pengaduan dari korban," jelas Bahrudin.
Lebih lanjut Bahrudin mengatakan, dalam hal keberatan terhadap berita Radar Bogor, seharusnya pihak yang dirugikan dalam hal ini PDIP menggunakan mekanisme hak jawab sebagaimana diatur di dalam Undang-Undang Pers Nomor 40 Tahun 1999 Pasal 5.
Ia mengatakan, PDIP sebagai organisasi politik terdidik seharusnya memberikan contoh yang baik dalam menyelesaikan sengketa dengan media, bukan malah menggunakan cara-cara melanggar hukum yang justru mencederai nilai-nilai juang partai atau visi misi PDIP.
"Tindakan dari PDIP tersebut juga merupakan sebuah tindak pidana yang tercantum di dalam UU Pers Pasal 18 ayat 1 yang menyebutkan, setiap orang yang secara melawan hukum dengan sengaja melakukan tindakan yang berakibat menghambat atau menghalangi pelaksanaan ketentuan Pasal 4 ayat (2) dan ayat (3) dipidana dengan pidana penjara paling lama 2 (dua) tahun atau denda paling banyak Rp. 500.000.000,00 (Lima ratus juta rupiah)," jelas Bahrudin.
Berdasarkan penjelasan tersebut maka LBH Pers menuntut tiga hal. Pertama, menuntut Kapolri Jenderal Polisi Tito Karnavian untuk segera memerintahkan anggotanya mengusut tuntas peristiwa tindakan menghambat atau menghalangi kegiatan jurnalistik, penggerudukan, penganiayaan dan juga pengrusakan kantor yang dilakukan oleh orang yang mengatasnamakan diri dari PDIP, tanpa harus menunggu pelaporan atau pengaduan dari pihak korban.
Kedua, meminta Pimpinan Partai Demokrasi Indonesia Perjuangan (PDIP) untuk memberikan sanksi terberat kepada kader yang terbukti melakukan tindakan pelanggaran hukum.
Ketiga, meminta Ketua Dewan Pers untuk proaktif berkomunikasi dengan pihak kepolisian dalam hal mendesak pengusutan lebih lanjut dari tindakan penggerudukan dan kekerasan terhadap Radar Bogor sesuai dengan mandat Pasal 15 Undang-Undang Pers.
https://www.suara.com/news/2018/05/31/164927/lbh-pers-desak-kapolri-usut-persekusi-kantor-radar-bogorBagikan Berita Ini
0 Response to "LBH Pers Desak Kapolri Usut Persekusi Kantor Radar Bogor"
Post a Comment