Suara.com - Tak ada yang istimewa dengan sepetak gubuk tua di salah satu sudut areal pemakaman di Kelurahan Maccorawalie, Kecamatan Wattang Sawitto, Kabupaten Pinrang, Sulawesi Selatan itu. Orang yang lalu lalang di sekitar lokasi, tepatnya di Jalan Basuki Rachmat ini, nyaris tak ada yang perduli.
Di bangunan semi permanen dari material barang bekas ini, hidup janda renta, Sandro Becce, begitu ia biasa dipanggil. Sandro , dalam bahasa Bugis artinya 'dukun anak'.
Sabtu (7/4/18) pagi, gubuk reyot itu mendadak ramai. Ada tamu istimewa yang bertandang ke rumah janda beranak lima ini.
Si tamu tak lain adalah Menteri Sosial, Idrus Marham, dan rombongan.
Mensos hadir, karena kabar bahwa si nenek tidak lagi menerima faslitas bantuan sosial. Tanpa canggung, Mensos masuk ke gubuk reyot ini, dan duduk di samping Nenek Becce.
Maka mengalirlah perbincangan ringan.
Kepada Mensos, Nenek Becce mengaku ikut menyaksikan era kolonialisme Belanda dan Jepang. Sesekali ia berbicara dalam dua bahasa negara itu dengan fasih.
Namun memang tak ada data sahih, kapan Nenek Becce lahir. Sejumlah warga menaksir, usianya lebih 100 tahun. Sudah lama Nenek Becce hidup sebatangkara.
Kelima anaknya sudah dewasa dan hidup berpencar.
Rombongan dari Jakarta ini menyaksikan kondisi tempat tinggal si nenek yang jauh dari layak. Bangunan semi permanen, atap bocor, perabotan minim dan sudah reyot.
Mensos mengetahui kasus Nenek Becce dari media. Setelah melalui pengecekan, Nenek Becce dinyatakan memenuhi syarat menerima bansos.
Dalam kesempatan itu, Mensos menyerahkan langsung Kartu Keluarga Sejahtera (KKS), yang menunjukkan si nenek berhak mendapatkan bansos PKH Lansia.
Begitu tahu resmi mendapat bantuan lagi, Nenek Becce pun tak sanggup menahan air mata. Mensos memeluk, selayaknya memeluk ibu sendiri.
Saat Dirjen Penanggulangan Kemiskinan, A. Zainal Dulung bertanya, apakah Nenek Becce tahu siapa yang memeluknya?
“Tidak tahu,” jawabnya.
Begitu diberitahu bahwa yang memeluknya adalah Menteri Sosial, yang juga asli Pinrang, air mata Nenek Becce mengalir makin deras. Ia balas memeluk Mensos lebih erat.
Menurut Mensos, nenek Becce sebetulnya berhak mendapatkan bantuan PKH Lansia.
“Namun karena datanya belum masuk database, sehingga tak bisa dapat bantuan," kata Mensos.
Selama ini, Nenek Becce belum pernah menerima PKH, yang diterima adalah bantuan langsung.
"Baru hari ini diserahkan kartu PKH (KKS) yang sudah langsung berfungsi. Dalam kartu itu ada uang Rp2 juta, tahap pertama Rp500 ribu, tahap dua Rp500 ribu, tahap tiga Rp500.ribu dan tahap empat Rp500 ribu," kata Mensos.
Mensos mengingatkan, bila ada masalah sebaiknya jangan banyak diskusikan. Lebih baik para pemimpin langsung melihat kondisi lapangan.
”Kalau bisa kita selesaikan, kita selesaikan. Kalau perlu dirapatkan, baru kita rapatkan,” katanya.
Selain bansos PKH, Mensos juga menyerahkan bantuan beras sejahtera dan sembako.
"Ini ada bantuan beras langsung diberikan untuk tiga bulan. Jadi ini ada 30 kg karena setiap bulannya 10 kg," katanya.
Direktur Jenderal Perlindungan dan Jaminan Sosial, Harry Hikmat, mengatakan, dalam penyaluran bansos kadang-kadang tidak bisa dihindari ada yang tidak berhak tapi menerima, dan ada yang seharusnya berhak tetapi tidak menerima.
Harry menjelaskan, jika ada yang tidak berhak tetapi menerima, itu terjadi karena orang yang tidak berhak menerima masuk database sebagai penerima manfaat, sedangkan jika ada yang seharusnya berhak tetapi tidak menerima, hal itu bisa terjadi karena orang yang berhak menerima manfaat tidak masuk di database sebagai penerima manfaat.
Jika ada informasi adanya kesalahan penerima manfaat, kami akan segera menindaklanjuti di lapangan.
"Kemensos mempunyai pendamping yang berkedudukan sampai.di tingkat kecamatan, sehingga akan mudah untuk mengecek kebenaran informasi tersebut," kata Harry.
https://www.suara.com/news/2018/04/08/182641/dipeluk-mensos-air-mata-nenek-becce-tumpahBagikan Berita Ini
0 Response to "Dipeluk Mensos, Air Mata Nenek Becce Tumpah"
Post a Comment