Suara.com - Pendiri Rumah Amalia, rumah belajar bagi anak yatim dan duafa, Muhammad Agus Syafii prihatin atas maraknya tindakan kekerasan yang dilakukan siswa hingga menimbulkan jatuhnya korban jiwa.
Konselor dan pemerhati anak ini mengungkap, tindakan ini sebagai salah satu kegagalan sekolah dalam membangun benteng akal sehat bagi anak didiknya. Akibatnya, muncul potensi kekerasan.
"Seperti yang baru-baru ini terjadi (di Garut), anak kelas 6 SD bertengkar dengan temannya, lalu menggunakan gunting untuk menyerang temannya, hingga temannya meninggal dunia. Ini sebenarnya bukan salah anak-anak, di sini anak-anak adalah korban," kata dia saat ditemui dalam acara Hari Anak Nasional di Rumah Amalia, Ciledug, Tangerang, Minggu (29/7/2018).
Sekolah, lanjut lelaki yang akrab disapa Kak Agus ini, seharusnya bisa menanamkan akal sehat. Maksudnya, para siswa jangan cuma dijadikan objek penerima pembelajaran dari guru, melainkan memberikan kesempatan siswa untuk berani menyampaikan pendapat, berdialog dan menerima perbedaan.
Sehingga, ketika para siswa memiliki masalah, mereka bisa menyelesaikannya dengan dialog, bukan malah melampiaskan hal tersebut pada kekerasan.
"Tapi yang terjadi apa? Guru kebanyakan hanya mengajarkan hal-hal bersifat akademis, tapi tidak mengedepankan siswa mengeluarkan pendapatnya sendiri. Guru-guru ini malah menimbulkan traumatik di lingkungan belajar. Kalau saya bicara A, nanti nilai saya jelek, kalau bilang B nanti saya tidak lulus atau dianggap melawan," ungkap dia.
Hal yang perlu diingat oleh para guru dan pihak sekolah, lanjut Agus, adalah sekolah yang baik adalah sekolah yang menghasilkan anak-anak bahagia. Bukan hanya sekedar cerdas secara akademis.
https://www.suara.com/health/2018/07/29/150419/duel-maut-siswa-sd-di-garut-jadi-bukti-kegagalan-sekolahBagikan Berita Ini
0 Response to "Duel Maut Siswa SD di Garut Jadi Bukti Kegagalan Sekolah"
Post a Comment