Suara.com - Manchester United tak dimungkiri merupakan salah satu klub yang digandrungi di dunia. Dengan basis fan yang tergolong besar jersey Manchester United bisa dibilang selalu jadi buruan dan laris manis di pasaran.
Tapi siapa sangka di balik jersey terkenalnya yang identik berwarna merah itu terdapat kisah pilu.
Seperti diketahui, Manchester United adalah salah satu klub besar Liga Inggris dan salah satu klub terkaya di dunia. Pemain bintangnya saja bisa mendapat bayaran 450 ribu poundsterling atau Rp 8,4 miliar per pekan.
Beberapa waktu lalu, skuat Setan Merah baru saja merilis jersey terbarunya yang dibandrol dengan harga fantastis. Pendukung Manchester United harus merogoh kocek senilai 110 poundsterling atau sekitar Rp 2 juta untuk mendapatkan jersey terbaru The Red Devils.
Namun di balik harga fantastis jersey Manchester United tersebut, terdapat kisah pilu yang menimpa pekerja pembuat jersey klub raksasa Inggris itu.
Berdasarkan Daily Mail, jersey Manchester United itu dibuat di sebuah pabrik yang berada di negara Kamboja. Jersey tersebut dikabarkan dibuat oleh pekerja wanita yang dibayar sekitar 31 poundsterling atau sekitar Rp 584 ribu per minggu. Angka itu menurut laporan berada di bawah upah hidup negara Kamboja.
Para pekerja wanita itu bahkan menceritakan hidupnya yang hanya mempu membayar rumah kumuh dari kerja kerasnya tersebut.
Seorang pekerja yang telah memiliki keluarga berjumlah empat orang mengatakan, mereka harus tinggal di rumah yang memiliki kamar sempit yang memiliki harga sewa 46 poundsterling atau sekitar Rp 866 ribu per bulan. Itu pun mereka harus berbagi dengan tiga keluarga lainnya.
Mata uang Kamboja adalah Riel, tetapi para pekerja dibayar dalam dolar Amerika Serikat. Mereka menerima 172 dolar AS (132 poundsterling) atau sekitar 2,5 juta per bulan.
Para pekerja juga mendapat tunjangan makanan dan transportasi. Jika ditotalkan dengan lembur, mereka mengatakan dapat meningkatkan penghasilan mereka hingga 250 dolar AS (192 poundsterling) atau sekitar Rp 3,6 juta per bulan.
Namun angka tersebut masih jauh di bawah upah yang telah ditetapkan oleh Aliansi Penghasilan Asia yang menetapkan 367 pounsterling atau Rp 6,9 juta sebulan.
Para pekerja juga mengeluh karena mendapat kecamanan oleh pengawas jika mereka gagal menghasilkan setidaknya 60 jersey per jam. Terkadang juga mereka dituntut untuk membuat 100 jersey.
"Kami memiliki target yang sangat sulit untuk dipenuhi dan jika kami tidak bertemu mereka, kami harus bersumpah dan diteriaki oleh supervisor kami," cerita salah satu pekerja dikutip dari Daily Mail.
"Setiap pekerja harus memproduksi 60 kaus per jam ,yang sulit tetapi kadang-kadang itu dinaikkan menjadi 100 kaus per jam. Jika kita tidak bisa memenuhi target, pengawas berteriak, 'Apa yang salah denganmu?'," lanjutnya menceritakan.
Kehidupan ini lah yang memberikan perbedaan kontras diantara pekerja wanita yang mengerjakan jersey tersebut dengan eksistensi para pemain Manchester United. Contohnya seperti penyerang berkebangsaan Chili, Alexis Sanchez yang dilaporkan memiliki gaji sebesar 450 ribu poundsterling atau Rp 8,4 miliar per pekan.
Saat para pekerja itu diberi tahu bahwa jersey yang mereka buat dihargai 110 juta poundsterling, para pekerja di Ibu Kota Kamboja, Phnom Penh sangat benci mendengar hal tersebut. Mereka menuduh pihak Manchester United mendapat banyak untung dari darah dan keringat para pekerja.
“Saya tidak tahu bahwa kaus ini dijual dengan begitu banyak uang. Gaji satu minggu untuk salah satu pemain ini lebih dari gaji sebulan untuk seluruh pabrik kami. Itu membuatku sakit," lanjutnya bercerita.
Pabrik tersebut mempekerjakan sekitar 1.100 pekerja, 90 persen di antaranya adalah perempuan. Biasanya, mereka mulai jam 7 pagi dan selesai jam 4 sore. Tetapi banyak yang memilih untuk menambah gaji mereka dengan bekerja sampai jam 6 sore.
https://www.suara.com/bola/2018/08/06/142834/kisah-pilu-di-balik-mahalnya-jersey-manchester-unitedBagikan Berita Ini
0 Response to "Kisah Pilu di Balik Mahalnya Jersey Manchester United"
Post a Comment